Kamis, 22 Juli 2010

SLAMET SAMSOERIZAL
biarkan aku

biarkan aku:
memiliki amka-mu
tanpa namaku tertera pada akte

biarkan aku:
tak kenal batas waktu
bebas menatap
lelaki-ku yang selalu bercahaya
berangkat dewasa
menjemput masa depannya

Denesti Palembang, Feb 2010





SLAMET SAMSOERIZAL

Catatan Tercecer

(1)


mana ada
yang dahaga
tak cari telaga
mana mungkin
segala ingin
menolak dipuaskan
sayangnya:
aku abai nasihat ibu
tentang sakitnya ketika ditipu
tentang betapa perih kala ditimpa sedih
seharusnya
sejak itu aku mampu membaca
tanda-tanda
bahwa
aku telah dibiarkan
menunggu kereta api
di terminal bus
(2)


dulu:
waktu kau tak dapat nikmat
mulutmu berkesah
ketika Ku-berikan lebih nikmat
kau tak bersyukur
kufur

(ya Allah, pintu-Mu yang selalu terbuka:
maafkan segala khilaf kami!)


(3)

perlahan tersingkap juga
seperti katamu:
”aku mesti patuh pada putusan itu
dan menjalani penuh semu
di hadapanmu”
aku terpana
betapa kau berbakat
memainkan laku tindak
atas segala peran

(4)

akhirnya kau berhasil menyingkirkan daku:
kerikil yang tajam
debu tak berguna
yang selalu membawa laknat
bagi jejak maknamu
(5)

terima kasih
atas puri pura-puramu
yang kau bangun
dengan kokoh

pedih
termangu
aku:
tumbang


Di atas Pondasi
Pondok Hijau Ungu: Jan-Jul 2010





SLAMET SAMSOERIZAL


alangkah dusta


sebelum berdansa
kau selalu bernyanyi:

wahai Sang Pangeranku:
saat jauh
betapa jiwa ini rapuh
saat dekat
betapa kita mesti lekat

ayo
dekap malam
agar kita mampu membalas dendam
kita tumpahkan segala
agar penat segera binasa


usai bercanda
esoknya kau berpuisi:

tak kudapatkan
yang ingin kudapat
laparku
masih memburuku
jadi:
carikan sepiring nasi
dan sepotong rendang

(Jembatan Ampera membentang
Sungai Musi tak pernah bimbang)


Hotel Duta Palembang: Mei 2010

Tidak ada komentar: